Revitalisasi Eksistensi dan Peranan KPID Sumut

  • Bagikan

Oleh : Drs. Khairul Muslim

 

Dunia penyiaran memiliki peranan penting dan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamatkan Pembukaan UUD 1945.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dalam visi dan misi yang terkandung didalamnya merupakan amanat untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai badan independen memainkan peran sangat penting untuk mewujudkan dan menjaga keseimbangan kepentingan publik dan kepentingan privat dengan adil.

Perdebatan tentang peran televisipun lama terjadi. Disatu pihak, ada pandangan yang menyatakan televisi sekedar cermin dimana gambar yang ada disana hanyalah pantulan realita masyarakat sehari-hari. Berbagai sajian televisi seperti berita, film, dan sinetron tampil sesuai selera masyarakat. Pemilik dan pengelola stasiun sekedar memenuhi permintaan itu. Disisi lain, pandangan televisi bukan hanya cermin. Televisi tidak diam dan pasif merefleksikan apa yang terjadi diluar. Sehingga apa yang dilihat dan diterima masyarakat bukan informasi yang sepenuhnya objektif, bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu.

Para pemilik dan pengelola siaran televisi memiliki tanggung jawab sosial atas frekuensi yang digunakan yang merupakan barang publik.

Dua pandangan yang berbeda ini, harus ada yang menengahi untuk dapat memastikan kepentingan komersial maupun kepentingan lain pemilik dan pengelola stasiun penyiaran televisi tetap tunduk pada rambu-rambu dan koridor kepentingan umum.

Dalam hal ini posisi KPI berperan menjadi penengah. KPI diharapkan mampu memberi guiding (panduan) dan mengawal keseimbangan kepentingan secara proporsional dan adil. Dukungan KPI terus mendorong perbaikan mutu penyiaran televisi.

Eksistensi dan kekuatan utama KPI bersama KPI Daerah di seluruh Indonesia. KPI (KPID) sebagai lembaga negara independen memiliki kekuatan otonomi dapat sinergi dalam menegakkan aturan main penyelenggaraan penyiaran di daerah.

Sejak tahun 2008, penyelenggaraan penyiaran tidak semata dilakukan oleh penyiaran nasional tapi sudah diterapkan sistem berjaringan dengan penguatan konten lokal dan kepentingan lokal. Tidak lagi semata menjadi domain penyiaran nasional namun harus memberdayakan kondisi daerah dan mengembangkan potensi daerah.

Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebutkan ” Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan / atau stasiun penyiaran lokal”. Jadi, dalam UU 32/ 2002 tidak dikenal siaran swasta yang mengudara secara nasional dengan program yang serupa di seluruh wilayah Indonesia. Yang ada hanya stasiun penyiaran jaringan dan / atau stasiun penyiaran lokal.

Apa yang dimaksud Stasiun Penyiaran Jaringan ?. Jika memperhatikan UU 32/2002 tentang Penyiaran, pada pasal 31 ayat 1 – 6 dijelaskan secara garis besar bagaimana seharusnya sebuah stasiun jaringan berdiri. Bahwa untuk Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah Negara Republik Indonesia (ayat 2).

Bahwa untuk Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas (ayat 3). Kemudian, dijelaskan lagi bahwa stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi tersebut (ayat 5). Termasuk mengenai modal, dijelaskan dalam ayat 6 bahwa mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.

Untuk Lembaga Penyiaran Swasta, dapat memilih apakah ingin mendirikan sebuah stasiun lokal, stasiun jaringan atau stasiun lokal berjaringan. Jika memilih menjadi stasiun lokal.Tentu persyaratan mengenai modal harus berpedoman pada UU 32 /2002 pasal 31 ayat 6 seperti telah disebutkan di atas. Bahwa mayoritas pemilikan modal awal serta pengelolaan stasiun penyiaran lokal harus diutamakan masyarakat daerah tempat stasiun lokal itu berada. Ini tentu saja dalam upaya mewujudkan tujuan penyelenggaraan penyiaran diantaranya memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri.serta dalam upaya menjalankan fungsi penyiaran yaitu fungsi ekonomi dan kebudayaan.

Jika sebuah Lembaga Penyiaran ingin hanya menjadi stasiun berjaringan, maka Lembaga Penyiaran tersebut harus mencari anggota stasiun jaringannya di suatu daerah. Anggota stasiun jaringan yang tergabung dalam suatu sistem stasiun jaringan dapat melakukan relai siaran pada waktu-waktu tertentu dari Lembaga Penyiaran induk stasiun jaringannya.

Ada beberapa bentuk stasiun jaringan yang kita kenal saat ini. Antara lain konsep jaringan yang dipakai oleh beberapa radio, yaitu konsep berjaringan kepemilikan. Radio tersebut tidak hanya ada di Jakarta tapi juga berdiri di beberapa daerah di luar Jakarta.

Untuk televisi, belum banyak yang melakukan konsep berjaringan seperti ini. Meskipun ada beberapa televisi lokal daerah berjaringan dengan televisi nasional menayangkan beberapa program dari televisi nasional dalam konsep berjaringan manajemen dan program, atau bekerja sama dengan televisi nasional, tapi sifatnya belum berkelanjutan.

Konsep baru yang juga diamanatkan UU Nomor 32/ 2002 tentang Penyiaran adalah stasiun lokal yang berjaringan, yang ditegaskan dalam pasal 31 ayat 1 pada kata dan / atau, yang artinya bisa penggabungan keduanya yaitu stasiun penyiaran lokal dan berjaringan. Stasiun ini dapat berdiri di sebuah daerahlalu mempunyai induk jaringan.

Mengenai modal untuk stasiun lokal yang berjaringan juga harus diingat bahwa UU 32/2002 pasal 18 ayat 1 menegaskan bahwa Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi.

Konsep stasiun lokal berjaringan inilah yang akan dipakai beberapa stasiun televisi swasta yang mengudara di berbagai penjuru tanah air dan selama ini hanya menyewa tower di daerah untuk dapat melakukan relai siarannya dari Jakarta.

Konsep ini tentu sangat menguntungkan bagi daerah. Dari segi Sumber Daya Manusia, stasiun tersebut harus mengutamakan masyarakat daerah setempat. Dari segi pendapatan untuk daerah, stasiun-stasiun tersebut tidak lagi hanya sekedar menyewa tower di daerah tapi juga membayar pajak kepada daerah. Dari segi program dan isi siaran, tentu informasi lebih diutamakan tentang daerah, begitu juga cerita-cerita serta program-program lainnya harus memuat siaran lokal.

Berdasarkan UU 32/2002 pasal 60 ayat 2 disebutkan bahwa Lembaga Penyiaran yang sudah ada sebelum diundangkannya Undang-Undang ini tetap dapat menjalankan fungsinya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini paling lama 2 (dua) tahun untuk jasa penyiaran radio dan paling lama 3 (tiga) tahun untuk jasa penyiaran televisi sejak diundangkannya Undang-undang ini.

Undang-undang Nomor 32/ 2002 tentang Penyiaran diundangkan pada 28 Desember 2002). Kemudian pasal 60 ayat 3 yang menyatakan Lembaga Penyiaran yang sudah mempunyai stasiun relai, sebelum diundangkannya Undang-undang ini dan setelah berakhirnya masa penyesuaian (2005), masih dapat menyelenggarakan penyiaran melalui stasiun relainya, sampai dengan berdirinya stasiun lokal yang berjaringan dengan Lembaga Penyiaran tersebut dalam batas waktu paling lama 2 (dua) tahun (2007), kecuali ada alasan khusus yang ditetapkan oleh KPI bersama Pemerintah.

Tentu saja kita berharap konsep stasiun berjaringan yang akan muncul nantinya akan menumbuhkan industri penyiaran Indonesia dan dapat bersaing secara sehat dengan stasiun-stasiun lokal daerah yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian masyarakat di daerah bisa mendapatkan informasi lebih beragam, lebih cerdas, lebih merakyat dan lebih bermanfaat. .Secara khusus pula bagaimana peranan KPID Sumatera Utara bisa menumbuhkembangkan dunia penyiaran Sumatera Utara dimana tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

Revitalisasi Eksistensi

Perkembangan teknologi media memungkinkan penggabungan teknologi komunikasi baru dan teknologi komunikasi massa tradisional, yang biasa disebut dengan konvergensi media.

Disini masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih Informasi sesuai selera mereka dan memperkaya informasi yang disajikan oleh media.

Konvergensi media memberikan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik bersifat visual, audio, data dan sebagainya.

Di Indonesia, konvergensi media sudah terjadi dalam bentuk penggabungan berbagai jenis media dalam sebuah unit usaha. Setiap media catak pasti memiliki edisi online. Bahkan beberapa grup media menggabungkan kepemilikan media televisi, media cetak, dan media online sekaligus.

Dengan bertumbuhnya stasiun televisi dan stasiun radio lokal di daerah dan atau stasiun berjaringan lokal tentu berdampak kepada eksistensi dan kinerja KPI Daerah yang bertugas memantau dan mengawasi konten isi siaran dan program dari stasiun televisi dan stasiun radio yang ada di wilayah masing-masing Provinsi.Karena itu perlu penguatan kembali atau revitalisasi eksistensi KPI Daerah. Selain berpedoman UU 32 2002 tentang Penyiaran dan juga mengacu UU lainnya, seperti UU Pemerintahan Daerah, UU Otonomi Daerah.

Jiwa demokratisasi penyiaran yang terkandung dalam UU 32/ 2002 termanifestasi dalam bentuk desentralisasi informasi, diversity of content dan diversity of ownership melalui berdirinya lembaga penyiaran yang berbadan hukum lokal atau lokal berjaringan.

Melalui hadirnya lembaga penyiaran yang berbadan hukum lokal akan mendorong terjaminnya demokratisasi penyiaran. Oleh karena itu keberadaan lembaga penyiaran lokal tersebut harus sedapat mungkin mengangkat potensi lokal dalam berbagai sektor penyiaran, mulai dari kepemilikan, penggunaan sumber daya lokal hingga isi siarannya.

Proses pengurusan ijin lembaga penyiaran mengharuskan melibatkan partisipasi publik melalui mekanisme Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) yang diatur UU 32/2002 dan Peraturan Pemerintah. Perizinan penyiaran diberikan pemerintah melalui KPI (KPID).Peran berkesinambungan KPID sangat inheren dan urgen untuk disikapi revitalisasinya.

Proses perijinan yang melibatkan publik merupakan garansi yang diberikan oleh Negara untuk menghindari praktek monopoli informasi dan praktek pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran oleh satu badan hukum atau perseorangan. Hal ini telah ditegaskan pasal 33 UU 32/ 2002 tentang Penyiaran dan pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta. Bahwa sebelum menyelenggarakan kegiatannya maka lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran. Ijin siaran yang diberikan pemerintah melalui KPI merupakan kunci pembuka yang sah untuk menjalankan seluruh aktivitas penyiaran.

Bertumbuhnya industri dunia penyiaran di wilayah KPID Sumatera Utara, tentu tak semata hanya menjadi pelengkap. Tapi bagaimana KPID Sumatera Utara melalui program bisa mensinergikan kepentingan otonomi daerah dengan menumbuhkan iklim investasi di industri penyiaran.

KPID Sumut dapat bekerjasama dan bersinergi dalam penegakan hukum penyiaran dengan Komenterian dan aparat penegak hukum agar apat revitalisasi dan penguatan KPID dapat terwujud dalam rangka demokratisasi dan pemberdayaan informasi visual dan audio visual masyarakat. Industri penyiaran dapat tumbuh sehat dan berkembang tanpa monopoli dan arogansi konglomerasi.

Eksistensi KPID Sumut tidak semata melakukan pengawasan isi siaran, dan ataupun pemantauan standar program siaran. Tetapi bersama pemerintahan Provinsi – DPRD bersama-sama membangun pemerataan informasi dan aktualisasi SDM dan PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Pengawasan isi siaran bisa ditindaklanjuti untuk menjaga konten yang ada. KPID Sumut dapat membantu Pemprov untuk meningkatkan PAD. Wilayah 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara menjadi wilayah industri penyiaran lokal sehingga berpotensi PAD dari hasil pendirian perusahaan lokal.

UU 32/2021 tentang Penyiaran mengisyaratkan agar sumber daya manusia lokal harus diberdayakan secara optimal dan proporsional.

Ini menjadi tanggungjawab industri penyiaran untuk turut berpartisipasi di wilayah usahanya di daerah.Implementasinya harus dipantau dan diawasi sehingga hak otonomi dan hak informasi masyarakat tetap terjaga dan bisa dimanfaatkan sebaiknya.

Banyak hal lain bisa dimanfaatkan sesuai dengan aturan kebijakan otonomi yang tentu tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada. Paling tidak KPID Sumatera Utara bisa memberi kontribusi pemikiran terhadap perumusan dan pengambilan kebijakan Pemerintah Provinsi peraturan dalam upaya memanfaatkan industri penyiaran secara optimal sebagai salah satu komponen penghasil PAD.

Membangun production house di masing-masing wilayah Kabupaten/Kota setidaknya sudah menjawab peningkatan kualitas SDM dan penghasilan daerah. Termasuk Memanfaatkan kondisi alam, kearifan lokal, kultur budaya setempat salah satu cara menarik minat turis domestik mancanegara.

Kreativitas dihasilkan production house bisa dimanfaatkan stasiun penyiaran lokal berjaringan untuk disiarkan disemua stasiun siaran di seluruh wilayah Indonesia. Tentu harus dibarengi oleh kepedulian dan perhatian serius masing-masing daerah untuk memberdayakan wilayahnya agar dikenal ke dunia luar melalui pemanfaatan stasiun penyiaran lokal radio dan stasiun televisi.

Artinya, secara sederhana kalau penguatan stakeholder dan media literasi sangat dimungkinkan ditumbuh-kembangkan di wilayah Kabupaten/Kota. Membangun jaringan stakeholder dan media literasi dengan mengajak peran serta masyarakat setempat, pegiat penyiaran dan informasi dan komunitas informasi penyiaran lainnya sehingga menguatkan “bargaining position” masyarakat untuk mendapatkan hak informasi secara merata dan akurat.

Berdasarkan UU 32/2002 tentang Penyiaran, peran legislatif cukup besar melakukan pengawasan kinerja komisioner KPID.Dengan melembagakan pola kerja,sinergi akan membuat eksistensi KPID berwibawa.Banyak hal bisa dilakukan dengan sinergi mencakup seluruh wilayah 33 Kabupaten/Kota. Melalui sinergi kita dapat menjangkau wilayah yang belum tersentuh.

Kita dapat memahami terkendalanya jangkauan program KPID Sumatera Utara karena keterbatasan dana dan peralatan yang belum memadai. Ini. menjadi pemikiran bersama untuk dicarikan solusi terbaik.

Bahwa KPID lembaga negara independen bertujuan meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat Sumatera Utara. Perlu dukungan Pemerintah Provinsi dan DPRD Provinsi dan seluruh elemen masyarakat. ***

Medan, 5 September 2021

 

Tulisan ini dalam rangka Seleksi Calon Anggota KPID Sumatera Utara

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *