Edy Rahmayadi Minta Bupati, Walikota Serius Tangani Komoditas Pangan

  • Bagikan

membaranews.com-(Medan)

Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi minta Bupati, Walikota serius menangani komoditas pangan strategis untuk mengatasi inflasi di Sumut.

“Ke depan Sumut dapat menjadi provinsi yang produktif dalam menyelesaikan persoalan pangan”, kata Edy Rahmayadi pada Rapat Koordinasi Provinsi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sumut melalui video conference di Posko Penanganan Covid-19, Sumut Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan, Selasa (21/07/2020).

Hadir Sekretaris Daerah Provinisi Sumut R. Sabrina, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut Wiwiek Sisto Widayat, Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi, Bupati, Walikota, Kepala OPD Provinsi.

“Masing-masing Kabupaten/Kota diharapkan menjadikan ini (pangan) prioritas dan perlu kerja sama apa yang bisa dilakukan provinsi.

Saya berharap ini menjadi raport kita menjadikan provinsi Sumut menjadi provinsi yang produktif dalam menyelesaikan persoalan pangan “, tegas ucap Edy Rahmayadi.

Edy Rahmayadi mengungkapkan sejumlah komoditi yang surplus seperti beras 813.020 ton, cabai merah 20.425 ton, cabai rawit 11.394 ton. Sedangkan penyumbang defisit adalah komoditas bawang merah defisit sebanyak 25.686 ton, bawang putih 25.324 ton.

Dari seluruh kabupaten, Kota di Sumut, Kota Sibolga termasuk seluruh produksi dan kebutuhan pangan strategisnya 100% defisit, Kabupaten Labuhanbatu Selatan hanya dapat menyumbangkan surplus beras 8%, cabai merah 7%, cabai rawit 13%, bawang merah 1% , defisit 100% komoditi bawang putih.

“Daging ayam, telur, minyak goreng kita oke. Tapi gula pasir defisit. Ini gambaran yang terjadi di 33 kabupaten/,kota kita.

Karena itu, jadikan target kerja kita dalam mengatasi inflasi ini. Saya yakin bisa karena tanah kita memungkinkan untuk ini semua. Tinggal bagaimana kita mau atau tidak untuk menjadikan ini prioritas,” katanya.

Kepala Perwakilan BI Sumut Wiwiek Sisto Widayat dalam paparanya menjelaskan perekonomian Sumut tercatat tumbuh 4,65% (yoy), jauh diatas Nasional dan Sumatera masing-masing tercatat 2,97% (yoy) dan 3,25% (yoy). Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Sumut tertinggi ke-2 setelah Sumsel (4,98% yoy).

“Di era pandemi, realisasi ini masih cukup baik meski melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,21% yoy), sesuai pola historis di awal tahun.

Masih baiknya perekonomian Sumut diindikasi karena dampak Covid-19 belum menjalar ke level regional dimana kasus pertama di Indonesia baru dirasakan pada awal Maret 2020,” sebut Wiwiek.

Sedangkan perkembangan inflasi Sumut terjadi pada Juni mengalami deflasi yang tercatat -0,07% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat inflasi 0,43% (mtm) serta lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi -0,29% (mtm) serta dari Sumatera dan Nasional.

“Hingga per Juni 2020 secara akumulasi terhitung sebesar 0,61 ytd sementara tahunan -0,09 yoy,” ujarnya.

Secara spasial, tekanan harga di seluruh kota Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun. Deflasi terjadi di Kota Pematangsiantar (-0,13 mtm), Medan (-0,09% mtm) dan Padangsidimpuan (-0,02% mtm). Sementara dua kota IHK lainnya mengalami inflasi, antara lain Kota Gunungsitoli (0,22% mtm) dan Kota Sibolga (0,13% mtm).

“Deflasi bersumber dari kelompok makanan (volatile food). Aspek struktural masih menjadi kendala kesinambungan produksi/pasokan, seperti perencanaan tanam/produksi yang masih lebih dipengaruhi dinamika harga, belum optimalnya mitigasi terhadap dampak kondisi cuaca terhadap produksi, serta kendala kepastian bagi terserapnya hasil produksi petani dengan harga wajar. Karakteristik bahan pangan yang mudah rusak juga memengaruhi dinamika pasokan dari sisi distribusi,” ucap Wiwiek.

Wiwiek menyebut TPID Sumut telah melakukan upaya pengendalian inflasi melalui kebijakan 4K. Yakni Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, Keterjangkauan Harga, dan Komunikasi Efektif.

Ketersedian Pasokan, TPID Sumut melakukan monitoring pasokan untuk mewujudkan pangkalan data yang dapat dijadikan acuan, rencana pengelolaan sistem resi gudang (SRG) di Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Langkat oleh PT Dhirga Surya, intervensi penanaman bawang putih dan penangkaran bibit bawang merah oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk memenuhi kebutuhan Sumut yang masih defisit.

Kelancaran Distribusi yakni melakukan peningkatan efektivitas kerja sama antar daerah, optimalisasi digitalisasi untuk UMKM dan upaya memotong rantai pasok yang panjang sehingga NTP meningkat.

Keterjangkauan Harga, melakukan rencana penyusunan Perda yang mengamanatkan Dhirga Surya sebagai stabilisator harga di Sumut, rencana penyerapan suplai cabai merah yang akan panen melalui PT AIJ saat harga sedang rendah, serta pemantauan harga 6 komoditas pangan utama oleh Satgas Pangan serta pemantauan langsung ke distributor dan FGD jika adanya kenaikan harga.

Komunikasi Efektif , TPID Sumut melakukan kampanye belanja bijak (tidak menimbun barang) serta belanja online melalui radio dan media informasi lainnya.

Wiwiek memprediksi inflasi 2020 diprakirakan lebih rendah dari tahun 2019 , berada dibawah sasaran inflasi nasional dengan potensi bias ke bawah seiring dengan daya beli masyarakat yang terbatas akibat Pandemi Covid-19.

Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang dapat menimbulkan shock temporer seperti keterlambatan impor luar negeri, kenaikan harga emas, hambatan distribusi domestik, penimbunan/belanja berlebihan oleh konsumen.

Dalam mengatasinya, dengan membangun hubungan yang solid antara sisi produksi dan distribusi melalui agregator pertanian yang terhubung dengan e-commerce untuk memastikan kepastian serapan pasar terhadap hasil produksi petani.

Pemanfaatan e-commerce disisi distribusi diharapkan dapat mengatasi permasalahan K3 (tantangan distribusi). Selanjutnya, peningkatan produktivitas dengan implementasi Internet of Things (IoT) disisi produksi dapat dilakukan untuk meng-address permasalahan K2 (ketersediaan pasokan) dengan memperkuat model bisnis antara agregator dan produsen dengan optimalisasi dukungan input produksi terhadap produsen.

Pengendalian inflasi melaui penguatan klaster pangan dan pengembangan digitalisasi di sisi hilir dengan menghubungkan produsen (petani) langsung kepada konsumen-konsumen baik melalui sinergi UMKM atau pemanfaatan e-commerce.

Upaya ini dapat mendorong kesejahteraan petani dengan menerima penghasilan yang lebih besar dan harga di tingkat konsumen lebih efisien dan ekonomis dengan rantai distribusi yang lebih pendek.(rul)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *