1.166.929 Keluarga di Sumut Berisiko Stunting

  • Bagikan
Wagub Sumut Musa Rajekshah memberi pengarahan pada Rakerda Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sumut di Hotel Santika Medan.(Foto : Kominfosu)

Medan I membaranews.com

 

BKKBN mencatat ada 1.166.929 keluarga berisiko stunting di Sumut.

“Kami mencatat di Sumut ada 1.166.929 keluarga berisiko stunting di Sumut. Orang beresiko itu tidak otomatis stunting hanya perlu mendapat perhatian,kata Sekretaris Utama (Sestama) BKKBN RI Tavip Agus Rayanto pada Rakerda Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sumut di hotel Santika Medan,Rabu (8/2/2023)

Berdasarkan data nasional ini kita lihat, kita pilih dan definisikan siapa menjadi sasaran stunting dan dipersempit lagi,” ujar Tavip.

Tavip mengungkapkan , ada 214.075 keluarga memiliki baduta (balita usia 0-23 bulan) 512.502 keluarga memiliki balita (usia 24-59 bulan), 199.412 keluarga tidak memiliki sumber air minum layak, 247.878 keluarga tidak memiliki jamban layak, ditambah dengan Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan 4T (Terlalu Muda Menikah, Terlalu Tua Saat Hamil, Terlalu Banyak Anak, Terlalu Dekat Jarak Kehamilannya).

“Ada 771.218 PUS terlalu banyak anak di Sumut, 35.872 pasangan l terlalu dekat jarak kehamilannya, 489.789 pasangan hamil terlalu tua, 9.137 pasangan terlalu muda,” katanya.

Penurunan angka stunting tidak akan sulit bila dipecahkan bersama-sama oleh 33 Kabupaten/Kota Provinsi Sumut dengan intervensi spesifik maupun intervensi sensitif khusus menyangkut nutrisi asupan gizi, pola asuh yang benar, lingkungan serta sanitasi yang sehat. “Kalau ini dikeroyok 33 Kabupaten/Kota tidak akan berat,” ujarnya.

Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah minta seluruh pemerintah kabupaten/kota meningkatkan peran menurunkan angka stunting sesuai target 14% tahun 2024.

Masih ada Kabupaten/Kota angka stuntingnya tinggi karena belum semua masyarakat mendapat informasi lengkap stunting.

Wagub mencontohkan Kabupaten Labura angka stuntingnya turun signifikan. Capaian tersebut karena ada komitmen dari Kepala Daerah.

“Stunting bukan hanya masalah gizi tetapi juga soal sanitasi, air bersih dan lainnya. Informasi itu penting, harus bisa sampai ke daerah, ke masyarakat seperti yang dilakukan Labura, posyandunya aktif di semua tempat, bukan sekedar ada tapi aktif ini perlu dicontoh,” ujarnya.

Berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, Sumut berhasil menurunkan angka prevalensi stunting sebesar 4,7%, menjadi 21,1%, dari sebelumnya 25,8% pada tahun 2021. “Capaian yang luar biasa ini atas kerja sama antara Kepala Perwakilan BKKBN dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mudah-mudahan tahun 2023 angka 18% bisa tercapai dan 2024 bisa turun 14% bahkan di bawah itu,” ujar Ijeck.

Ijeck mengingatkan Pemerintah Daerah dapat memaksimalkan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) 2023. “Tahun ini dana BOKB meningkat sekitar Rp.493 Miliar.Jumlah ini mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp.171 miliar. Dananya sudah ada, tinggal bagaimana Pemda meningkatkan perannya, semoga tahun ini serapan dana BOKB bisa meningkat,” ujarnya.(Rul)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *